Review: Aruna dan Lidahnya, Rasa Sederhana yang Kusuka

Drama cinta, makanan enak, jokes, everlasting 90s hits, Dian Sastrowardoyo

Setidaknya anda menyukai 2 diantara daftar diatas, bukan? 😀

Bagaimana jika bumbu-bumbu diatas diracik menjadi sebuah film, dipoles dengan sinematografi yang apik? Jadilah film Aruna dan Lidahnya.

Disutradai oleh Edwin (Sutradara Posesif, yang menyabet 3 Piala Citra 2017), film produksi Palari Films ini diadaptasi dari novel karya Laksmi Pamuntjak, meski dari sebuah artikel (karena saya belum baca novel aslinya), Meiske Taurisia, sang produser bahwa ada konflik yang ditambahkan dalam adaptasi film ini, tanpa mengurangi esensi novelnya.

Nicholas Saputra dan Dian Sastrowardoyo dipertemukan kembali di film ini, meninggalkan karakter Rangga dan Cinta, memerankan 2 sahabat, Bono, seorang passionate chef yang sedang melakukan eksplorasi untuk menu baru di restorannya, dan Aruna, wanita kantoran pehobi kuliner, yang sedang mencari resep nasi goreng favoritnya.

aruna.png
Mereka didampingi oleh Oka Antara, atau Farish, mantan rekan sekantor Aruna dan Hannah Al Rashid, Nad, pejalan dan penulis, sekaligus sahabat dari Aruna dan Bono. 4 sahabat ini dipersatukan saat Aruna mendapatkan tugas untuk melakukan investigasi wabah penyakit dari kantornya.

Ringan, menyenangkan, dan pengen nambah lagi. Begitulah komentar singkat saya terkait film ini, sok-sokan mencoba berfilosofi (haha…), layaknya Aruna yang sedang melakukan pencarian rasa-nya.

Bersiaplah untuk merutuk melihat aneka makanan nusantara kaya bumbu dan rasa, yang diambil dengan fokus jarak dekat. Bagaimana tidak merutuk kalo belum apa-apa kita sudah disuguhi close up potongan daging buntut dalam semangkuk sop?
Sekedar saran aja nih, baiknya anda makan dulu sebelum menyaksikan film ini. Kasihan sebelah anda kalo ketumpahan iler anda yang menetes-netes menyaksikan Rawon, Campor Lorjuk, dan aneka hidangan lainnya.

Tidak ada konflik yang rumit disini. Namun justru itu daya tarik film ini. Ringan, sederhana, dibalut aneka kuliner nusantara yang mengiiringi aliran cerita persahabatan dan percintaan 2 pasang sahabat. Celetukan-celetukan, ekspresi konyol, membuat kita merasa dekat dengan para karakter, karena terasa sangat manusiawi dan sehari-hari. Jarang-jarang lho kita bisa nonton Dian Sastro memerankan karakter nggak serius yang jutek-jutek konyol 🙂

Musik dan scoring film digarap dengan cukup apik, mengaransemen ulang beberapa lagu hits tahun 90an, diantaranya Antara Kita dari Rida Sita Dewi, yang dibawakan ulang oleh Monita Tahalea, dan lagu favorit saya, Tentang Aku dari Jingga, yang diaransemen ulang dengan sedikit sentuhan EDM, namun tetap dibawakan oleh sang vokalis, salah satu personel dari Band Jingga, Fe Utomo.

Film ini memiliki rating dewasa ya (17+). Tidak ada adegan dewasa secara eksplisit. Namun bukan berarti anda bisa dengan bebas mengajak putra putri anda, apalagi balita, untuk menyaksikan film ini, bukan? Mentang mentang benang merah dari alur cerita di film ini adalah makanan.

Jadi mumpung masih belum turun layar, bolehlah menyempatkan nonton film ini di layar bioskop terdekat, sebagai wujud apresiasi kita ke karya anak bangsa yang berkualitas supaya mereka bisa terus menelurkan karya apik ke depannya. Termasuk, secara tak langsung anda juga akan tahu dan mengapresiasi betapa kayanya kuliner (dan budaya) Nusantara. Jangan cuman ke bioskop kalo nonton franchise Fast & Furious, MCU, atau DCU aja ya guys, hehehe….

“Hidup itu kaya makanan. Dalam satu piring ini nih, lo bisa ngerasakan yang pahit, sepahit-pahitnya, ato yang seasin-asinnya, kalo lo makannya sendiri sendiri”

2 Tanggapan to “Review: Aruna dan Lidahnya, Rasa Sederhana yang Kusuka”



Tinggalkan komentar




About Me

 Subscribe to this blog

 Subscribe to my posts bundle


web presence

posts by rizkianto

↑ Grab Animator!

RSS Also written by rizkianto

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

archives